Pelayanan publik


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik (public reform) yang dialami negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
 Di Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Pada perkembangan terakhir telah diterbitkan pula Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Permendagri no.4 tahun 2010 Pedoman Pelayanan Administrasi Di Kecamatan.Oleh karena kami membuat makalah ini dengan judul “ Pelayanan Publik Pemerintahan Daerah” ,dan diharapkan agar kita lebih memahami tentang Pelayanan Publik Daerah tersebut.





1.2    Tujuan Penulisan
         Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memiliki tujuan sebagai berikut.
         1.   Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik dalam desentralisasi pemerintah.
         2.   Mengetahui tentang paradigma pelayanan publik pemerintah daerah.
         3.   Mengetahui tentang perubahan kualitas pelayanan publik pemerintah daerah.

1.3        Rumusan Masalah
Penulis mengambil masalah ini dengan rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana peranan dan kebijakan pelayanan publik dalam desentralisasi pemerintah daerah?
2.      Bagaimanakah paradigma pelayanan publik pemerintah daerah?
3.      Bagaimanakah kualitas pelayanan publik pemerintah daerah?  













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas dan juga merupakan salah satu unsur yang mendorong perubahan kualitas Pemerintahan Daerah. Bagaimanapun kecilnya suatu negara, negara tarsebut tetap akan membagi–bagi pemerintahan menjadi sistem yang lebih kecil (Pemerintahan Daerah) untuk memudahkan pelimpahan tugas dan wewenang. Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang–undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak–hak asal–usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan–pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas dan lainnya.

Sejak diberlakukan penerapan UU No. 22 Tahun 1999 telah terjadi pergeseran model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efesiensi struktural ke arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan Negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi  merupakan keniscayaan dalam oraganisasi negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentralisasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi


Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan publik, sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah,  yaitu memberikan dan meningkatkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good governance, dalam menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat, untuk mendapatkan akses pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Konsepsi Pelayanan Publik, berhubungan dengan bagaimana meningkatkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dan/atau pemerintahan daerah menjalankan fungsi pelayanan, dalam kontek pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok (dasar) bagi seluruh masyarakat.

Bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus tantangan bagi perbaikan ekonomi, mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti pentingnya suatu kualitas pelayanan serta pentingnya dilakukan perbaikan mutu pelayanan. Penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas, akan memacu potensi sosial ekonomi masyarakat yang merupakan bagian dari demokratisasi ekonomi. Penyediaan pelayanan publik yang bermutu merupakan  salah satu alat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin berkurang, akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut menjadikan pemberian pelayanan publik yang berkualitas kepada masayarakat menjadi semakin penting untuk dilaksanakan.









BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Permasalahan Pelayanan Publik
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
3.2. Pemecahan Masalah
Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
• Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;
• Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
• Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
• Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
• Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
• Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.
3.3. Desentralisasi

Kasus - Kasus Federalisme yang Bertentangan dengan Desentralisasi
  • Di Kanada, pemerintah Federal dapat membatalkan Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah propinsi, dan bahkan menginstruksikan Letnan Gubernur untuk menundanya.
  • Konstitusi di bekas negara Uni Soviet menentukan bahwa satu-satunya yang berhak melakukan amandemen terhadap konstitusi adalah Pemerintah Pusat. Bahkan kekuasaan Pemerintah Pusat sangat besar dibandingkan dengan yang dimiliki atau yang menjadi haknya pemerintah Negara Bagian di negara itu.













KESIMPULAN


Penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan kinerja Pemerintah Daerah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk memperoleh jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan mekanisme pasar, penerapan manejemen publik modern, dan perluasan makna demokrasi.

Upaya ini dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap Pemerintah Daerah bahwa keberadaannya adalah semata-mata mewakili kepentingan masyarakat di daerahnya, otonomi adalah diberikan kepada masyarakat. Sehingga keberadannya harus memberikan pelayanan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki otonomi tersebut. Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etika pelayanan publik. Kualitas pelayanan publik secara umum ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu : sistem, kelembagaan, sumber daya manusia, dan keuangan. Dalam hal ini pemerintah harus benar-benar memenuhi keempat aspek tersebut, karena dengan begitu, masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deskripsi Green House Dan Shading House