ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM YANG BERKELANJUTAN
ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN SUMBER
DAYA ALAM YANG BERKELANJUTAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan
sumberdaya alam, berupa tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lain yang termasuk
ke dalam sumberdaya alam yang diperbaharui maupun tidak diperbaharui. Namun
demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang diperlukan mempunyai
keterbatasan dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut
kuantitas, kualitas, ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan
sumberdaya alam yang baik dan bijaksana.
Lingkungan dan manusia mempunyai keterkaitan yang erat.
Hal ini dapat terlihat dari aktivitas yang dilakukan manusia ditentukan oleh
keadaan lingkungan di sekitarnya. Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan
sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak
dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang
sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya.
Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak
contoh kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia seperti pencemaran udara, air, tanah serta kerusakan hutan
yang tidak terlepas dari aktivitas manusia sehingga pada akhirnya akan
merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya
alam, namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan
daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak
faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan
lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan.
Hingga saat ini upaya yang dilakukan pemerintah dalam
mengatasi permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup belum
sepenuhnya terealisasikan dengan baik. Dari uraian tersebut penulis ingin
mengetahui kebijakan seperti apa yang sesuai untuk mengatasi permasalahan
lingkungan hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang
akan dikaji adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi
permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup?
2.
Bagaimana
peranan pemerintah seharusnya dalam menerapkan kebijakan yang telah dibuat?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari kajian ini adalah :
1.
Mengetahui
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan
pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup.
2.
Mengetahui
peranan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuat.
1.4
Manfaat Penulisan
Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak yang berminat maupun terkait dengan kajian Pengelolaan SDA yang
Berkelanjutan ini, khususnya kepada:
1.
Bagi
civitas akademika, makalah ini dapat memberikan wawasan serta masukan dalam hal
menyikapi kebijakan Pemerintah perihal pengelolaan SDA yang berkelanjutan.
2.
Bagi
masyarakat, memberikan gambaran umum tentang kebijakan pemerintah perihal
pengelolaan SDA yang berkelanjutan serta dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat
untuk menghemat SDA yang ada.
3.
Bagi
pemerintah, memberikan masukan dalam membuat kebijakan pengelolaan SDA yang
berkelajutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Doglas North seorang sejarawan ekonomi terkemuka
mendefinisikan kelembagaan sebagai batasan-batasan yang dibuat untuk membentuk
pola interaksi yang harmonis antara individu dalam melakukan interaksi politik,
sosial dan ekonomi (North, 1990). Senada dengan North, Schmid (1972)
mengartikan kelembagaan sebagai sejumlah peraturan yang berlaku dalam sebuah
masyarakat, kelompok atau komunitas, yang mengatur hak, kewajiban, tanggung
jawab, baik sebagai individu mauapun sebagai kelompok. Sedangkan menurut
Schotter (1981), kelembagaan merupakan regulasi atas tingkah laku manusia yang
disepakati oleh semua anggota masyarakat dan merupakan penata interaksi dalam
situa tertentu yang berulang.
Mirip dengan definisi ini diuangkapkan oleh Hamilton
(1932) yang menganggap kelembagaan merupakan cara berfikir dan bertindak yang
umum dan berlaku, serta telah menyatu dengan kebiasaan dan budaya masyarakat
tertentu. Menurut Jack Knight (1992), kelembagaan adalah serangkaian peraturan
yang membangun struktur interkasi dalam sebuah komunitas. Sedangkan Ostrom
(1990) mengartikan kelembagaan sebagai aturan yang berlaku dalam masyarakat
(arena) yang menentukan siapa yang berhak membuat keputusan, tindakan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku umum di masyarakat,
prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa yang mesti atau tidak boleh
disediakan dan keuntungan apa yang individu akan terima sebagai buah dari
tindakan yang dilakukannya.
Berdasarkan atas bentuknya (tertulis/tidak tertulis)
North (1990) membagi kelembagaan menjadi dua: informal dan formal. Kelembagaan
informal adalah kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umumnya tidak
tertulis. Adat istiadat, tradisi, pamali, kesepakatan, konvensi dan sejenisnya
dengan beragam nama dan sebutan dikelompokan sebagai kelembagaan informal.
Sedangkan kelembagaan formal adalah peraturan tertulis seperti
perundang-undangan, kesepakatan (agreements), perjanjian kontrak, peraturan
bidang ekonomi, bisniss, politik dan lain-lain. Kesepakatan-kesepakatn yang
berlaku baik pada level international, nasional, regional maupun lokal termasuk
ke dalam kelembagaan formal.
Menurut Wiliamson (2000), yang dimaksud kelembagaan
formal adalah kelembagaan yang kelahirannya umumnya dirancang secara sengaja
seperti perundang-undangan (konstitusi) yang dibuat oleh lembaga
legislatif/pemerintah. Namun demikian, hal ini bukan merupakan kriteria mutlak,
karena banyak kasus kelembagaan formal yang merupakan hasil evoluasi dari
kelembagaan informal sebagaimana undang-undang perikanan di Jepang yang berasal
dari hukum adat atau tradisi yang hidup dan menyatu dalam masyarakat selama
ratusan tahun (Ruddle, 1993). Perubahan kelembagaan pada level ini dapat
berlangsung dalam kurun waktu 10 sampai 100 tahun (Williamson, 2000).
Menurut Marfai (2005) Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain (Miler, 1995).
Operasional rule adalah aturan main yang berlaku dalam
keseharian. Yaitu aturan yang ditemukan dalam sebuah komunitas, organisasi atau
kelompok masyarakat mengenai bagaimana interaksi antar anggota komunitas
tersebut seharusnya terjadi. Terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam, operasional
rule merupakan instrument pembatas mengenai kapan, dimana, seberapa banyak dan
bagaimana anggota sebuah komunitas memanfaatkan sumberdaya alam. Pengawasan
(monitoring) terhadap tindakan setiap aktor, penegakan sanksi bagi para
pelanggar dan pemberian reward kepada mereka yang taat aturan semuanya diatur
dalam operasional rule. Operasional rule berubah seiring dengan perubahan
teknologi, sumberdaya, budaya, keadaan ekonomi dll (Ostrom, 1990)
Kelembagaan pada constitutional choice level mengatur, utamanya,
mengenai siapa yang berwenang bekerja pada level collective choice dan
bagaimana mereka bekerja. Constitutional rule merupakan rule tertinggi yang
tidak semua kelompok, organisasi atau komunitas memilikinya. Collective choice
rule berbeda dengan constitutional rule walaupun aktor yang terlibat dalam
pembuatannya kemungkinan sama. Menurut kerangka analisis Ostrom, undang-undang
yang mengatur tentang anggota DPRD tersebut berada pada level constitutional
choice dan disebut constitutional rule.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kebijakan-kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan pencemaran dan pengelolaan
lingkungan hidup
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan,
penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan
telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta
kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya.
Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan
kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi
serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi
konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak
dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan
pembangunan.
Pembangunan nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat
pembangunan memiliki beberapa kelemahan, yang sangat menonjol antara lain
adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering
mengabaikan landasan aturan yang semestinya dalam mengelola usaha dan atau
kegiatan yang mereka lakukan, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan
hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai
dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan
melalui upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi lingkungan.
Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam
mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan
penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di
daerah dapat meliputi :
·
Regulasi
Perda tentang Lingkungan.
·
Penguatan
Kelembagaan Lingkungan Hidup.
·
Penerapan
dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
·
Sosialisasi/pendidikan
tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
·
Meningkatkan
kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
·
Pengawasan
terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
·
Memformulasikan
bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusia.
·
Peningkatan
pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami
penurunan kualitas yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan,
kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga
menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi
tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.
Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya
berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam
Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan
Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang
berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982
diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya.
Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi
lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral.
Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi secara
sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai
dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No.
22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24
Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah
maupun Keputusan Gubernur.
3.2 Peranan pemerintah dalam
menerapkan kebijakan yang dibuat
Pemanfaatan SDA secara berlebihan tanpa memperhatikan
aspek pelestariannya dapat meningkatkan tekanan-tekanan terhadap kualitas
lingkungan hidup yang pada akahirnya akan mengancam swasembada atau kecukupan
pangan semua penduduk di Indonesia. Oleh karena peran pemerintah dalam
memberikan kebjakan tentang peraturan pengelolaan SDA menjadi hal yang penting
sebagai langkah menjaga SDA yang berkelanjutan.
Kebijakan yang di buat oleh pemerintah tidak hanya
ditetapkan untuk dilaksanakan masyarakat tanpa pengawasan lebih lanjut dari
pemerintah. Pemerintah memiliki peran agar kebijakan tersebut diterapkan
sebagaimana mestinya oleh masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang
lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari
pemerintah pusat kepada daerah:
·
Meletakkan
daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
·
Memerlukan
peranan lokal dalam mendesain kebijakan.
·
Membangun
hubungan interdependensi antar daerah.
·
Menetapkan
pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32
Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup lebih
diprioritaskan di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup
secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1.
Program
Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan
menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas
sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta
penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini
adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan
lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
1.
Program
Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya
Alam.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut,
air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah
termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku
industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah
terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif
1.
Program
Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas
lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan
dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam
yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini
adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang ditetapkan.
1.
Program
Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan,
menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum
untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup
yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan
bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh
perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara
adil dan konsisten.
1.
Progam
Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian
fungsi Lingkungan Hidup.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan
dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya
alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah
tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
Dari penjelasan di atas sebaiknya peran pemerintah tidak
hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada
beberapa hal yang seharusnya dilakukan pemerintah :
1.
Melakukan
pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan
dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi
tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
2.
Mengajak
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut
serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate sosial responsibility
(CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan,
dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan CSR.
3.
Mengkampayekan
Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya
dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
4.
Mensosialisasikan
dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan.
5.
Meningkatan
kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta
keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program CSR.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan,
penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan
telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta
kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya.
Pemerintah sebagai lembaga formal yang mengatur tata
kelola persediaan SDA yang ada di Indonesia menjadi hal yang penting sebagai
landasan menjaga keseimbangan dimasa yang akan datang, dengan menetapkan
kebijakan serta UU yang tepat agar tercapainya pengelolaan SDA yang
berkelajutan.
Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997) sebagai pihak dari
pemerintah, membuat kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan
hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah
satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
·
Regulasi
Perda tentang Lingkungan.
·
Penguatan
Kelembagaan Lingkungan Hidup.
·
Penerapan
dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
·
Sosialisasi/pendidikan
tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
·
Meningkatkan
kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
·
Pengawasan
terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
·
Memformulasikan
bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusia.
·
Peningkatan
pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Peran pemerintah dalam hal ini, disamping membuat serta
menetapkan kebijakan dan pengawasan yang berkaitan dengan pengelolaan SDA
yang berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan kapasitas persediaan SDA di
masa yang akan datang, sebaiknya juga menjadi aktor yang mengkampanyekan serta
mendukung, dalam hal ini memberikan dana bagi institusi atau individu yang
memperbaharui teknologi ramah lingkungan.
4.2
Saran
Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah
sudah cukup tepat dalam hal menjaga keseimbangan SDA yang berkelanjutan, tetapi
sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif)
dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan
pemerintah :
1.
Melakukan
pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan
dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi
tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
2.
Mengajak
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut
serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate sosial responsibility
(CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan,
dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan CSR.
3.
Mengkampayekan
Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya
dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
4.
Mensosialisasikan
dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan.
5.
Meningkatan
kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta
keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program serta kegiatan
tanggung jawab perusahaan atau CSR.
Komentar
Posting Komentar